Wakaf Ilmu Generasi Muda: Mendakwahkan Literasi Keuangan Syariah melalui Media Digital
Departemen Research and Development CIES FEB UB

Jika masa lampau para ulama meninggalkan ilmu melalui tulisan dalam bentuk kitab secara klasik, saat ini di era digital para penerus ulama dapat mensyiarkan agama Islam melalui rekam jejak media digital. Siklus zaman telah berubah, media edukasi pun harus berubah.

Seberapa Berkembang Media Digital Saat Ini?

Kemunculan internet pada akhir abad ke-20 telah memberikan perubahan secara keseluruhan terhadap siklus hidup manusia. Kemunculan blockchain system sampai hadirnya metaverse, membuktikan peran internet menunjukkan pertumbuhan eksponensial di dunia digital. Perkembangan ini terus berlanjut sampai berbagai inovasi yang muncul di abad ke-21 dikarenakan revolusi digital yang terus sustainable. Salah satu contoh yang cukup jelas dan nyata adalah cashless transaction seperti media digital OVO dan Dana cukup dengan koneksi internet dapat melakukan pertukaran uang. Selain itu, aplikasi seperti Grab dan Gojek meningkatkan aksesibilitas transportasi melalui jaringan internet. Dan tentu hal yang terpenting muncul dari revolusi digital ini adalah kemudahan untuk mengakses ilmu. Hal ini dikarenakan dunia semakin terhubung dengan satu sama lain sehingga pertukaran informasi menjadi semakin cepat.

Salah satu media digital terkenal yang memberi pengetahuan secara gratis merupakan Khan Academy dimana semua tipe pengetahuan dari Fisika sampai Ekonomi diajarkan secara gratis. Hal tersebut meningkatkan akses pengetahuan di seluruh dunia. Contoh kedua yang cukup umum juga merupakan Freecodecamp yang mengajarkan coding secara gratis. Hal yang bersamaan juga berlaku di sisi pendidikan online berbasis biaya seperti Coursera dan Udemy menunjukkan potensi yang ada di pendidikan digital ini melalui dedikasi generasi muda dalam mewakafkan ilmunya melalui media digital. Salah satu contoh platform lokal yang patut dilihat merupakan website Wakaf Ilmu yang diinisiasi oleh Lembaga Nazhir Wakaf Sukses untuk menghubungkan antara orang yang ingin mengembangkan diri dan para mentor yang ingin mewakafkan ilmunya.

Impresi Negatif Media Digital terhadap Literasi Keuangan Syariah

Selain berdampak positif, fenomena perkembangan media digital ini memunculkan dampak negatif berupa permasalahan literasi keuangan yaitu judi online. Saat ini masyarakat lebih tertarik dengan keuangan yang bersifat instan dan spekulatif seperti judi online. Menurut Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyatakan bahwa perputaran uang di rekening para pelaku judi online tahun 2022 naik signifikan sebesar 42,1% dari tahun sebelumnya. Padahal kita ketahui bersama bahwa dampak negatifnya sangat besar sekali, salah satunya sampai bisa mengarah ke tindakan kriminal sebagaimana yang sudah sering terjadi.

Tindakan judi online tak jarang pula berkaitan dengan pinjaman online untuk mendapatkan tambahan modal secara instan. Walaupun pinjaman secara fundamental bukan merupakan hal yang buruk, tetapi beberapa tipe pinjaman seperti pay-later memiliki ambigu dalam akad syariah dan dapat dikatakan haram oleh beberapa ulama. Selain itu, kemampuan untuk melakukan pinjaman secara mudah juga adanya kemiripan dengan krisis properti pada tahun 2008 dimana salah satu penyebabnya merupakan pinjaman yang tidak dapat dibayar balik atau sub-prime. Pinjaman yang kemudian tidak dapat dibayar menjadi sebuah bubble yang pecah menyebabkan krisis moneter. 

Pinjaman online baik pay-later maupun varian lain dapat memberi risiko tinggi ke masyarakat untuk terjerat dan susah mencari jalan keluar dikarenakan beberapa pinjaman memiliki tingkat bunga yang tinggi. Pinjaman juga mempercepat siklus bisnis yang hanya meningkatkan risiko, hal ini dikarenakan berbagai transaksi yang terjadi tidak memiliki uang asli di belakangnya dan hanya sekedar pinjaman yang meningkatkan risiko sebuah bubble. Semua ini menunjukkan risiko yang dapat muncul jika tidak adanya literasi keuangan syariah. Sistem perekonomian tidak sustainable dan perlunya diberikan semacam remidi untuk permasalahan ini sebelum terjadinya krisis berikutnya.

Keberadaan pinjaman online ini menjadi polemik karena rendahnya literasi keuangan syariah pada masyarakat Indonesia. Hal ini tentu berisiko membuat debitur pinjaman online terjebak jeratan utang yang terlalu berat hingga tak mampu membayar cicilannya. Berbagai permasalahan seperti ini terjadi dikarenakan implementasi keuangan syariah di Indonesia masih belum maksimal, sehingga keuangan syariah belum bisa memberikan impact yang menyeluruhbagi masyarakat Indonesia.

Menelisik Penyebab Rendahnya Literasi Keuangan Syariah Indonesia

Sebagai negara dengan mayoritas penduduk muslim, ternyata Indonesia masih berada di tingkat literasi keuangan Syariah yang tergolong rendah. Hal ini dibuktikan oleh survei yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (2022), bahwa tingkat literasi dan inklusi masyarakat terhadap ekonomi dan keuangan Syariah hanya berada di angka 9,14% atau dengan kata lain, hanya 9 dari 100 orang dewasa Indonesia yang mengenal produk-produk keuangan Syariah dengan baik.

Saat ini masih banyak sekali masyarakat yang beranggapan bahwa keuangan Syariah itu hanya diperuntukan bagi umat Islam saja. Terutama karena keuangan syariah identik dengan istilah dan nama produknya yang menggunakan bahasa Arab. Padahal sejatinya, produk keuangan Syariah bersifat universal dan diperuntukan bagi semua golongan. Selain itu, kurangnya Sumber Daya Manusia yang mumpuni dan kompeten dalam hal keuangan syariah menjadi masalah pokok dasar dari fenomena ini. Padahal terdapat bonus demografi yang merupakan potensi besar untuk memberdayakan generasi muda dalam mendakwahkan literasi keuangan syariah melalui kecanggihan teknologi saat ini berupa media digital.

Generasi Muda Fardhu Ain Melek Digital

Dengan berbagai dampak negatif melalui media digital seperti terbuai judi online dan terhasut pinjaman online dengan bunga besar menunjukkan sebuah permasalahan bagi orang awam yang tidak memiliki pengetahuan terkait literasi keuangan, terutama berbasis syariah. Literasi keuangan syariah bisa dijadikan sebagai sebuah alternatif permasalahan individu dalam mengelola keuangannya. Namun, hal ini dibutuhkan dukungan kuat dari berbagai golongan khususnya kalangan pemuda sebagai golongan yang mempunyai potensi besar dalam menguasai teknologi. 

Melek digital dihukumi fardhu ain bagi generasi muda yang bercita-cita mendakwahkan literasi keuangan syariah. Hal ini dikarenakan mayoritas masyarakat Indonesia saat ini sudah sedikit tahu tentang penggunaan media digital, sehingga mau tidak mau pemuda pun harus melek digital. Menurut Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), pengguna internet di Indonesia mencapai 215,63 juta orang pada periode 2022-2023. Jumlah tersebut meningkat 2,67% dibandingkan pada periode sebelumnya yang sebanyak 210,03 juta pengguna. Jumlah pengguna internet tersebut setara dengan 78,19% dari total populasi Indonesia yang sebanyak 275,77 juta jiwa. 

Bagaimana langkah wakaf ilmu generasi muda mensyiarkan literasi keuangan syariah melalui media digital? Yuk simak lanjutannya di sini!