Potensi Investasi Berkah ditengah Krisis melalui Digitalisasi Reksadana Syariah

(Oleh: Departemen Research and Development CIES FEB UB 2020)

       Covid-19 sejak bulan Maret 2020 mulai mewabah di Indonesia telah memberikan dampak ke berbagai sektor di Indonesia termasuk perekonomian Indonesia seperti pasar modal, perdagangan internasional, nilai tukar rupiah, dan sebagainya. 

         Pasar modal, salah satu sektor yang paling terkena dampak dari adanya pandemi ini, karena terjadi ketidakpastian pasar yang disebabkan oleh perubahan perilaku investor untuk meninggalkan pasar modal dan nilai tukar rupiah mengalami fluktuasi tajam. 

     Akan tetapi, instrumen keuangan syariah tergolong stabil walaupun di tengah pandemi. Salah satu instrumen keuangan yang memiliki potensi untuk mendorong pemulihan investasi di tengah pandemi adalah reksadana syariah.

Kondisi Pasar Modal di Tengah Pandemi Covid-19

       Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), harga efek mengalami penurunan selama masa pandemi, puncak penurunan terjadi pada bulan April baik di Indonesia maupuan dunia. Saat ini di bulan Agustus 2020, IHSG berada di level 5.070,10 dan pernah berada di level terendah pada angka 2.223 di akhir Maret lalu. 

       Namun, dibalik dampak negatif covid terhadap pasar modal, terdapat instrumen keungan syariah yang dapat menjadi solusi dari ketidakpastian pasar di tengah pandemi. Dilansir dari repulika.id, menurut Deputi Bidang Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, Bambang Prijamboado, resistensi saham syariah lebih less volatile dibandingkan dengan saham konvensional. Secara year to date (ytd) kapitalisasi pasar saham syariah tercatat kontraksi 22,39 persen berbeda dengan saham konvensional yang mencapai 23,55 persen. 

      Selain itu, kinerja saham syariah tercatat minus sebesar 16,33 persen (ytd) dan saham konvensional yang lebih menurun di angka minus 20,60 persen (ytd). Di pasar reksadana tercatat Nilai Aktiva Bersih (NAB) produk reksadana syariah, pendapatan tetap, dan campuran dalam tiga bulan terakhir turun  sebsesar  satu  persen.  

       Sedangkan,  NAB  reksadana  konvensional mengalami penurunan yang lebih sebesar 10 persen. Oleh karena itu, pasar modal syariah termasuk sektor yang tetap berkembang dan tergolong low-risk walaupun di tengah pandemi.

Peluang Investasi Berkah di Tengah Krisis

       Di tengah pandemi seperti saat ini investor lebih berhati-hati dalam berinvestasi untuk menghindari kerugian dan resiko lainnya. Oleh karena itu, salah satu instrumen pasar modal syariah yaitu reksadana syariah merupakan instrumen pasar modal syariah dengan low-risk dan dikelola oleh manajer investasi. Reksadana syariah memiliki perbedaan dengan reksadana konvensional yang terletak pada mekanisme dan pemilihan instrumen investasi yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan proses manajemen portofolio pada reksadana syariah terdapat proses screening (penyaringan) dan cleansing (pembersihan). 

       Proses screening (penyaringan) merupakan salah satu proses manajemen yang dilakukan terhadap aktivitas usaha emiten apakah sesuai dengan prinsip syariah atau tidak, kemudian memastikan bahwa total utang emiten berbasis bunga tidak melebihi 45 persen dan total pendapatan non- halal tidak boleh melebihi 10 persen. Reksadana syariah menawarkan kemudahan berinvestasi dengan potensi resiko yang rendah dan prinsip syariah atau terbebas dari riba. 

       Reksadana syariah merupakan alternatif pilihan terbaik khususnya bagi investor pemula dengan modal kecil dan tidak memiliki keahlian dalam mengukur atau memperkirakan keuntungan dan resiko dalam berinvestasi, karena berinvestasi di reksadana syariah bisa dimulai dengan nominal Rp10.000 yang nantinya akan dikelola oleh  manajer  investasi  dan  dibagi  ke  dalam  beberapa  instrumen  investasi seperti obligasi, saham, dan deposito sehingga resiko mengalami kerugian tergolong rendah dan terbebas dari riba.     

Penyebab Kurangnya Optimalisasi Pemanfaatan Instrumen Reksadana Syariah di Indonesia

       Dalam optimalisasi pemanfaatan instrumen reksadana syariah terdapat beberapa kendala seperti rendahnya angka literasi ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia seperti pada tahun 2019 masih berada di angka 8,9 persen. Selain itu, terdapat faktor lainnya yang menjadi kendala dalam pengembangan reksadana syariah di Indonesia, antara lain.

1. Reksadana syariah kurang dikenal di kalangan masyarakat umum karena adanya stigma bahwa reksadana syariah hanya untuk kalangan dan kepentingan tertentu.

2. Terdapat dualisme dalam penawaran investasi melalui reksadana konvensional dan reksadana syariah sehingga memberikan peluang terhadap reksadana konvensional yang telah ada lebih awal atau dianggap lebih berpengalaman dibandingkan reksadana syariah di pasar modal.

3. Untuk mendorong optimalisasi perkembangan reksadana syariah, perlu adanya kontribusi dan sinergi dari pengusaha dan lembaga yang bersangkutan untuk memperkenalkan keuangan syariah di kalangan internasional.

Solusi Optimalisasi Pemanfaatan Instrumen Pasar Modal Syariah di Tengah Pandemi

       Optimalisasi pemanfaatan instrumen reksadana syariah dan instrumen pasar modal lainnya seperti sukuk atau saham dapat terwujud dengan cara integrasi atau kolaborasi antara perusahaan atau UMKM sebagai emiten dengan fintech yang didukung oleh pemerintah atau OJK terkait regulasi di pasar modal salah satunya melalui Security Crowdfunding (SCF). 

       Selain itu, penguatan dan pemanfaatan instrumen pasar modal syariah perlu didukung dengan keterlibatan umat muslim sendiri dan masyarakat umum dalam memanfaatkan instrumen ini khususnya kalangan milenial dengan cara menjadi investor dan para pengusaha atau lembaga-lembaga untuk bekerja sama dalam memperkenalkan instrumen keuangan syariah di ranah global.

   Integrasi antara lembaga reksadana syariah, emiten, dan fintech merupakan solusi dari belum optimalnya pemanfaatan instrumen reksadana syariah dan instrumen pasar modal lainnya. Contoh fintech yang telah menyediakan fitur preferensi syariah adalah aplikasi Bibit dan Bareksa. Fintech ini juga merupakan sarana untuk penguatan literasi ekonomi dan keuangan syariah secara daring khususnya kepada para investor muda baik melalui fitur-fitur dalam aplikasi maupun melalui official account media sosial fintech tersebut. 

     Selanjutnya, untuk meningkatkan optimalisasi reksadana syariah melalui fintech, dibutuhkan penguatan sistem dalam aplikasi tersebut dengan aplikasi pembayaran digital lainnya sebagai pendukung investasi. Langkah-langkah tersebut merupakan solusi untuk mendorong perkembangan investasi pasar modal baik saat pandemi maupun setelah pandemi khususnya untuk investasi jangka panjang dan peningkatan indeks literasi ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia.

Fintech Syariah: Alternatif Pendanaan UMKM yang Tepat di Tengah Pandemi COVID-19?
Departemen Research and Development CIES FEB UB

Pandemi COVID-19 yang terjadi hingga saat ini telah memberikan dampak yang besar terhadap berbagai sektor kehidupan, tidak terkecuali sektor ekonomi. Adanya kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sebagai upaya untuk menekan penyebaran virus COVID-19 turut memberikan dampak yang serius pada keberlangsungan perusahaanperusahaan terutama usaha-usaha kecil atau sektor UMKM. Hal tersebut perlu menjadi perhatian mengingat usaha di Indonesia didominasi oleh Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)