Peta Jalan Industri Halal Indonesia: Mampukah menjadi Pusat Halal Dunia?
Departemen Research and Development KSEI CIES FEB UB

Pengembangan industri halal telah menjadi agenda utama dalam strategi perencanaan  pembangunan banyak negara di dunia. Bahkan agenda ini tidak hanya menyasar pada negara  yang mayoritas berpenduduk muslim saja, melainkan juga negara-negara yang minoritas  berpenduduk muslim. Selain itu, konsep halal sebagai sebuah new lifestyle juga membuka peluang pengembangan industri halal untuk 2,8 miliar muslim hingga non muslim di seluruh dunia. Terlebih ukuran konsumen muslim yang terus mengalami perkembangan setiap tahunnya juga menjadi potensi yang besar untuk industri halal di pasar global (Azam & Abdullah, 2020).Selain itu, potensi yang besar dari sektor ini terlihat dari besarnya total nilai industri halal yang diperkirakan mencapai USD 2,3 Triliun.

Dalam industri halal pada tahun 2021, setidaknya terdapat delapan sektor bernilai tinggi dengan estimasi sebagai berikut, (1) industri keuangan diperkirakan mencapai USD 2 Triliun; (2) industri makanan halal diperkirakan mencapai USD 1,17 Triliun; (3) industri healthcare diperkirakan mencapai USD 436 Miliar; (4) industri pendidikan diperkirakan mencapai USD 402 Miliar; (5) industri busana diperkirakan mencapai USD 243 Miliar; (6) industri media dan hiburan diperkirakan mencapai USD 189 Miliar; (7) industri travel diperkirakan mencapai USD 151 Miliar; serta (8) industri obat dan kosmetik yang diperkirakan mencapai USD 78 Miliar (Nasution, 2020).

Potensi besar tersebut kemudian mampu ditangkap oleh negara-negara yang mayoritas berpenduduk non muslim, seperti Brazil, Australia, Selandia Baru, dan Singapura yang mampu memperoleh skor yang tinggi dalam Global Islamic Economy Indicator (GIEI) selama periode tahun 2019-2018. Selain itu, negara ini juga mampu menghabiskan USD 218,8 Miliar untuk ekonomi syariah (Mubarok & Imam, 2020). Kondisi tersebut menggambarkan bahwa Indonesia memiliki potensi yang besar dalam pengembangan industri halal dengan pangsa pasar terluas di dunia. Hal tersebut selaras dengan data yang dipublikasikan oleh State of the Global Islamic Economy pada tahun 2018 juga menunjukkan bahwa Indonesia masih belum masuk dalam peringkat 10 besar global untuk kategori produsen makanan halal.

Konsep Industri Halal

Kata halal berasal dari bahasa Arab, yaitu halla, hillan, yahillu, dan wahalalan, yang artinya diperbolehkan atau dibolehkan oleh hukum syariah. Dengan kata lain, industri halal dapat dimaknai sebagai suatu konsep produksi hasil industri yang sesuai dengan hukum syariah. Selaras dengan aspek syariat ini maka semua produk yang dikonsumsi oleh setiap muslim, baik itu makanan maupun non makanan harus berasal dari sumber yang halal. Dengan kata lain, industri halal dapat dimaknai sebagai suatu konsep produksi hasil industri yang sesuai dengan hukum syariah.
Terkait dengan aspek halal ini, pemerintah Indonesia bersama Majelis Ulama Indonesia telah melakukan upaya untuk memenuhi kebutuhan dan jaminan produk halal dengan membentuk Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetik Majelis Ulma Indonesia (LPPOM-MUI) pada 6 Januari 1989 yang bertugas untuk memeriksa dan memberikan sertifikasi halal. Bahkan halal lifestyle kini menjadi gaya hidup baru yang tidak hanya sebagau bentuk kewajiban seorang muslim sebagaimana yang telah digariskan dalam Al-Qur`an dan Al-Hadist, tetapi juga kebutuhan keseharian yang harus dipenuhi. Gaya hidup di sini bukan hanya mencakup makanan dan minuman saja, melainkan juga semua aspek kehidupan manusia, baik itu fesyen, kosmetik, obat-obatan, travel, hotel, media, maupun rekreasi. 
Kondisi ini dapat membangun sikap bahwa pola hidup halal tidak hanya menjadi kepentingan umat muslim saja, melainkan juga kepentingan semua umat manusia sehingga halal lifestyle ini menjadi kebutuhan bersama dan gaya hidup yang universal.
 

Ekosistem Industri Halal

Melalui ekosistem yang baik maka dapat membuat industri halal memiliki keunggulan kompetitif yang mampu meningkatkan nilai tambah berbasis inovasi, teknologi, dan keunggulan sumber daya manusia (Nasution, 2020). Ekosistem yang dibutuhkan dalam pengembangan industri halal menggunakan pendekatan pasokan (supply), permintaan (demand), dan pendukung (enabler). Dalam mendorong ketersediaan SDM yang berkualitas dibutuhkan sebuah pengembangan, baik itu lembaga pendidikan formal maupun informal, serta sertifikasi halal melalui lembaga pendidikan sertifikasi. Selain itu, dibutuhkan juga infrastruktur penunjang melalui penyediaan kawasan industri sebagai sentra produksi produk halal, teknologi informasi guna pengelolaan dan pemasaran, serta infrastruktur lainnya seperti jalan, pelabuhan, bandara, dan lainnya.
Selain itu, agar produk halal dapat bersaing hingga di pasar global diperlukan inovasi yang memadai melalui kegiatan reasearch and development. Ditinjau dari sisi permintaan (demand), kedudukan Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia menyiratkan potensi pasar yang sangat besar untuk pengembangan industri halal. Selain melalui pendekatan supply dan demand, dalam mendukung ekosistem industri halal diperlukan juga dukungan pemerintah sebagai regulator, eksekutor maupun evaluator. Pemerintah juga perlu terlibat dalam eksekusi kebijakan pengembangan industri halal dengan mendorong peran lembaga pengawas seperti OJK, BPOM, BPJPH serta peran lembaga konsultasi juga agar industri halal di Indonesia dapat memiliki pijakan dan arahan yang jelas.
 

Kondisi Industri Halal Indonesia

Secara agregat, struktur PDRB dapat menjadi salah satu indikator untuk melihat seberapa jauh peranan sektor industri terhadap perekonomian nasional. Jika melihat pada karakteristik sektor industri di Indonesia, terlihat bahwa peranan sektor industri pengolahan terhadap PDRB selama lima tahun terakhir (2015-2019) rata-rata mencapai 37 persen, kemudian diikuti oleh sektor perdagangan yang rata-rata sebesar 23 persen (Nasution, 2020). Data ini menunjukkan bahwa probabilitas pengembangan industri halal di Indonesia sangatlah tinggi, termasuk peranan sektor perdagangan sebagai salah satu sektor pendukung. Sama dengan industri secara umum, industri halal merupakan konsep peningkatan nilai tambah perekonomian yang dipandang lebih mempunyai keunggulan, karena konsep halal adalah menjaga kualitas dan menghindari yang buruk.
 
Dominasi sektor industri pengolahan di Indonesia dapat dieksplorasi berdasarkan karakteristik pelaku usahanya, di mana sampai saat ini didominasi oleh jenis pelaku usaha UMKM. Data ini menjadi cerminan bahwa pelaku industri halal di Indonesia juga mempunyai probabilitas tinggi didominasi oleh skala UMKM. Beragam penelitian membuktikan bahwa salah satu penguat ekosistem industri halal adalah kondisi sektor keuangan syariah sebagai basis pembiayaan dan investasi. Indonesia sendiri pada tahun 2019 berhasil menempati urutan pertama dalam pengembangan keuangan syariah (Islamic Finance Country Index) dengan skor 81,93. Data ini mencerminkan bahwa ekosistem pendukung industri halal di Indonesia dari aspek keuangan syariah sudah sangat mendukung.
Gambar 1. Jenis Pelaku Industri di Indonesia Sumber: Katadata.co.id dalam Nasution (2020)

Dominasi sektor industri pengolahan di Indonesia dapat dieksplorasi berdasarkan karakteristik pelaku usahanya, di mana sampai saat ini didominasi oleh jenis pelaku usaha UMKM. Data ini menjadi cerminan bahwa pelaku industri halal di Indonesia juga mempunyai probabilitas tinggi didominasi oleh skala UMKM. Beragam penelitian membuktikan bahwa salah satu penguat ekosistem industri halal adalah kondisi sektor keuangan syariah sebagai basis pembiayaan dan investasi. Indonesia sendiri pada tahun 2019 berhasil menempati urutan pertama dalam pengembangan keuangan syariah (Islamic Finance Country Index) dengan skor 81,93. Data ini mencerminkan bahwa ekosistem pendukung industri halal di Indonesia dari aspek keuangan syariah sudah sangat mendukung.

Selain pariwisata, salah satu jenis industri halal yang harus ditingkatkan adalah makanan minuman, mengingat peranannya terhadap total pasar syariah sangatlah tinggi. Meski demikian, Indonesia saat ini masih menjadi salah satu negara pengimpor makanan halal terbesar di dunia, yakni pada tahun 2017 (data terakhir) mencapai 14,29 USD Miliar (Gambar 1 Panel D). Kondisi tersebut menjadi cerminan tingginya potensi pasar domestik, namun di satu sisi juga harus menjadi trigger dalam meningkatkan kinerja ekspor industri makanan minuman halal. Kontribusi industri makanan minuman halal terhadap total pasar syariah di Indonesia rata-rata per tahun mencapai USD 169,95 Miliar, jauh di atas industri pakaian (USD 16,75), pariwisata (USD 9,85), media (USD 9,3), farmasi (USD 5,45), dan kosmetik (USD 3,8) yang selama ini menjadi jenis-jenis penghasil industri halal.

Dukungan terhadap industri halal jenis makanan minuman sudah dilakukan dengan perkembangan yang signifikan terhadap penerbitan sertifikasi halal. Pada tahun 2015, jumlah sertifikasi halal masih sebesar 8. 676 penerbitan, kemudian pada tahun 2019 mampu mencapai 15. 495 penerbitan.

Perkembangan tersebut berjalan beriringan dengan jumlah perusahaan, dimana tahun 2015 sebesar 7. 940 unit, kemudian tahun 2019 mampu menjadi 13. 951 unit. Kondisi tersebut merepresentasikan bahwa ekosistem industri halal di Indonesia sudah cukup baik, namun masih dengan strategi kebijakan yang perlu dipercepat.

Lalu, bagaimana peluang dan tantangan bagi industri halal nasional saat ini dan seperti apa strategi yang tepat untuk mengembangkannya? Yuk, simak lanjutannya di sini!