BUMN Memutuskan Merger Bank Syariah, Efektifkah?

(Oleh: Departemen Research and Development CIES FEB UB 2020)

Dalam perekonomian suatu negara, sektor jasa keuangan memiliki peranan vital dalam memperlancar perputaran ekonomi. Seperti perbankan syariah yang menjadi salah satu pilihan bagi masyarakat Indonesia dalam menabung dan melakukan pinjaman untuk permodalan usaha. 

Akad-akad yang telah disesuaikan dengan prinsip syariah merupakan suatu nilai lebih serta daya tarik bagi masyarakat muslim di Indonesia, terutama penggiat ekonomi syariah. Namun, pada faktanya perbankan syariah masih kalah jauh dalam segi permodalan atau aset jika dibandingkan dengan perbankan konvensional.

Pemerintah Indonesia belakangan ini sangat gencar dalam pengembangan ekonomi syariah. Pemerintah pun nampaknya memperhatikan sektor keuangan yakni perbankan syariah yang harus ditingkatkan dalam segi asetnya. Merger perbankan syariah dalam naungan BUMN seperti Bank Mandiri Syariah, BRI Syariah, dan BNI Syariah menjadi pilihan yang diambil oleh pemangku kebijakan. 

Dengan adanya merger tersebut maka aset dari ketiga bank syariah tersebut diprediksi akan melesat. Aset yang besar mempermudah perkembangan pembiayaan bank. Hal ini akan memicu kenaikan market share bank syariah secara nasional. Wakil Presiden RI, Ma’ruf Amin, mengatakan bank syariah di dalam negeri mampu berada di peringkat 20 besar dunia. 

Salah satunya upaya mencapai langkah tersebut yaitu dengan penggabungan atau merger bank syariah yang dimiliki oleh bank BUMN. Melihat potensi yang ada, mampukah merger perbankan syariah memberikan angin segar bagi perekonomian Indonesia? Terlebih kondisi perekonomian saat ini yang sedang memburuk akibat krisis Covid-19.

Merger Perbankan di Indonesia

Merger secara umum menurut Abdul Moin (2003) adalah penggabungan dua perusahaan atau lebih yang kemudian hanya ada satu perusahaan yang tetap hidup sebagai badan hukum, sementara yang lainnya menghentikan aktivitasnya atau bubar. Perusahaan yang dibubarkan mengalihkan aktiva dan kewajibannya ke perusahaan yang mengambil alih sehingga perusahaan yang mengambil alih mengalami peningkatan aktiva. 

Adapun merger bank secara etimologis adalah penggabungan antara dua bank atau lebih dengan tetap mempertahankan salah satu di antaranya dengan atau tanpa melikuidasi. Kemudian menurut Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1999 Merger adalah penggabungan dari dua bank atau lebih, dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu bank dan membubarkan bank-bank lainnya tanpa melikuidasi terlebih dahulu.

Tipe merger menurut pandangan ekonomi biasanya diaplikasi dalam tiga tipe yakni tipe horizontal (horizontal merger) yang menggabungkan dua perusahaan atau lebih dimana jenis usahanya masih sama, kemudian tipe vertikal (vertical merger) yang meleburkan beberapa perusahaan yang saling berhubungan, misalnya dalam alur produksi yang berurutan. 

Contoh, perusahaan ban merger dengan perusahaan motor, serta konglomerat (conglomerate merger) proses merger yang menggabungkan beberapa perusahaan yang menghasilkan produk yang tidak ada kaitanya satu sama lainnya. Contoh, perusahaan minuman dengan perusahaan motor, gunanya untuk meningkatkan pertumbuhan badan usaha.

Tentunya untuk memutuskan merger antara suatu perbankan dengan perbankan yang lainnya memiliki latar belakang, tujuan, dan alasan yang jelas. Penguatan struktur permodalan menjadi salah satu alasan kuat bank-bank di Indonesia melakukan merger. Sebagai contoh Bank Mandiri yang diresmikan pada tanggal 2 Oktober 1998 adalah hasil dari merger dengan 4 perbankan yakni Bank Bumi Daya (BBD), Bank Ekspor Impor Indonesia (EXIM), Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo), Bank Dagang Negara (BDN). 

Hasilnya dapat dilihat, saat ini Bank Mandiri adalah salah satu bank BUMN yang memiliki permodalan yang cukup besar sehingga mampu mempermudah program pemerintah untuk membantu permodalan masyarakat Indonesia. Namun, perlu menjadi catatan bahwa dalam proses merger untuk menjadi suatu sinergi bukanlah hal yang mudah. Banyak hal-hal yang harus dipertimbangkan agar hasil merger tersebut dapat menjadi perbankan yang sehat. Salah satu caranya adalah dengan memilih partner merger yang komplementer dan patuh terhadap perundang-undangan.

Strategi Pemerintah Dalam Permergeran Bank Syariah

Rencana merger bank syariah BUMN disebut bisa menjadi langkah yang tepat dalam rangka penguatan ekonomi syariah di Indonesia. Kondisi pandemi Covid-19 yang sedang melanda Indonesia dianggap bisa menjadi momentum bagi perbankan syariah untuk melakukan konsolidasi dan bekerja bersama secara nyata. 

Sebelumnya, rencana merger bank syariah BUMN digulirkan oleh Menteri BUMN Erick Thohir. Erick menyampaikan, dengan bergabungnya bank-bank syariah BUMN akan membuka opsi-opsi pendanaan yang lebih luas di dalam negeri.

Dalam kondisi perekonomian yang tidak menentu pada masa pandemi, bank dapat bekerja secara maksimal dalam membantu perekonomian nasional dengan konsep bagi hasil yang diterapkan oleh perbankan syariah. Ini dianggap bisa memberikan manfaat untuk semua pihak, baik perbankan dan masyarakat. Hingga saat ini market share perbankan syariah sendiri masih di kisaran enam persen. 

Porsi pembiayaan sekitar 6,38 persen, di dana pihak ketiga atau dana masyarakat yang berhasil dihimpun di kisaran 6,7 persen5. Dari sisi aset, total aset seluruh bank syariah yakni Rp 537 triliun, sedangkan perbankan konven total asetnya sudah di angka Rp 8.402 triliun6.

Ketua Project Merger Officer Hery Gunardi mengatakan, tujuan penggabungan bank syariah Himbara (Himpunan Bank Milik Negara) ini agar Indonesia bisa memiliki bank syariah yang besar dan dapat bersaing di kancah global. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), 

Abra Talattov, juga menjelaskan bahwa konsolidasi perbankan syariah bisa menjadi momentum untuk mengoptimalkan ekonomi dan keuangan syariah. Selain itu, menurut Abra, nantinya perlu dibuatkan nama baru untuk wadah baru bank-bank syariah yang merger tersebut untuk merepresentasikan adanya transformasi, memperkuat prinsip syariah, dan menonjolkan aspek modernitas.

Dengan merger, bank syariah di Indonesia ini berpotensi menjadi kategori sepuluh besar bank syariah global dari segi kapitalisasi pasar7. Diperkirakan dengan penggabungan itu, maka bank syariah akan memiliki total aset sebesar Rp 220 triliun sampai Rp 225 triliun. Angka itu didapat dari posisi aset tiga bank syariah anak usaha Bank BUMN dan satu UUS BTN per Juni 2020. Aset terbesar dimiliki PT Bank Syariah Mandiri dengan total aset sebesar Rp 114,4 triliun pada Juni 2020 atau meningkat 13,26 persen dibandingkan periode year on year. Kemudian disusul dengan BNI Syariah dengan aset Rp 50,78 triliun atau tumbuh 17,8 persen periode year on year dan BRI Syariah tumbuh 34,7 persen periode year on year sebesar Rp 49,6 triliun. Adapun aset UUS BTN Rp 31,09 triliun atau tumbuh 6,5 persen year on year. Selain total aset, mergernya tiga bank syariah BUMN itu akan mampu menyalurkan pembiayaan sebesar Rp 272 triliun dan pendanaan Rp 330 triliun.

Tiga bank ini memiliki positioning yang nantinya saling melengkapi. Bank Mandiri Syariah memiliki fokus di segmen kredit korporasi, BRI Syariah pada penyaluran pembiayaan segmen UMKM. BNI Syariah fokus ke consumer banking, menyasar milenial, dan international funding karena induknya, yakni BNI, memiliki sejumlah cabang di luar negeri. Sehingga, akan terjadi saling melengkapi kompetensi bank syariah BUMN. Merger perbankan syariah BUMN memberikan harapan bagi pertumbuhan perbankan syariah. Keberhasilan strategi nonorganik pemerintah akan sangat memengaruhi peta industri perbankan syariah.

Dampak Merger bagi Bank, Nasabah, dan Karyawan

Berdasarkan statistik yang dimuat dilaman OJK, menunjukan bahwa tiga bank yang akan dimerger yakni Mandiri Syariah, BRI Syariah, dan BNI Syariah merupakan separuh napas bank syariah yang ada di Indonesia. Aset dari ketiga bank syariah tersebut mencapai sekitar 40% dari total aset seluruh bank syariah9. Proses merger ketiga bank syariah BUMN ini membuat modal inti dipastikan meningkat dan mencapai angka di atas Rp 19,4 triliun, sehingga berpotensi untuk masuk ke jajaran Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) 3 yang memiliki modal inti antara Rp 5 triliun – 30 triliun.

Merger ketiga bank BUMN ini memberikan harapan bagi pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia. Melihat data dan fakta diatas, dapat diproyeksikan pertumbuhan dan keberhasilan strategi bisnis tiga bank BUMN syariah sangat berpengaruh pada potret industri perbankan syariah ke depan. Bank syariah akan mengincar market untuk penjualan surat utang atau sukuk global setelah ketiganya berhasil melakukan penggabungan pada Februari 2021 nanti.

Bank BRI Syariah akan menjadi survivor alias cangkang, yakni entitas yang menerima penggabungan (surviving entity). Penyebabnya ialah, BRI Syariah sudah lebih dulu melantai di bursa efek ketimbang dua bank lainnya. Sebagai perusahaan terbuka, nantinya pembiayaan bank syariah diperkirakan terus bertumbuh setidaknya mencapai rata-rata laju pertumbuhan majemuk tahunan yang sebesar 15-17 persen per tahun.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov, menjelaskan merger bank syariah akan berdampak positif juga bagi masyarakat. Sebab dengan infrastruktur yang dimiliki masing-masing bank, layanan kepada nasabah bisa lebih luas jangkauannnya. selama ini masyarakat harus menggunakan ATM atau bank syariah masing-masing, dengan adanya merger mereka bisa menggunakan fasilitas di bank-bank syariah yang telah merger itu. Untuk masalah operasional nasabah ketiga bank syariah tidak perlu khawatir karena proses merger tidak akan mengganggu layanan kenasabahan.

Bagi para karyawan ketiga bank syriah yang akan di merger, Direktur Utama Bank Mandiri Syariah Toni EB Subarid ala keterangan resminya memastikan masing-masing induk bank berkomitmen untuk tak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) pekerja masing-masing bank meskipun ada merger.

Kesimpulan

Dalam rangaka mengembangkan industri perbankan syariah di Indonesia, Menteri BUMN Erick Thohir merencanakan untuk melakukan merger bagi tiga bank syariah. Merger akan dilakukan bagi tiga bank BUMN yakni Mandiri Syariah, BNI Syariah, dan BRI Syariah dilakukan untuk mengupayakan perkembangan industri keuangan syariah yang ada di Indonesia. merger dilakukan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi. Langkah ini dilakukan agar Indonesia bisa menjadi pusat ekonomi dan keuangan syariah di dunia. Setelah merger bank syariah akan menempati posisi ketujuh atau kedelapan top ten perbankan di Indonesia dan masuk top ten perbankan syariah di dunia.

Proses merger bagi ketiga bank jelas akan menambah asset dan modal inti bagi bank hasil merger. Nantinya bank akan masuk kategori BUKU 3 dan aset akan menembus angka Rp 225 triliun. Jumlah modal dan asset yang bertambah dalam jumlah besar akan mendorong kegiatan bagi perbankan syariah. Merger bagi ketiga bank syariah ini akan menjadi suatu momentum baik dalam mendorong perkembangan perbankan di Indonesia.